Friday, 15 April 2016

13:13




Bhinneka Tunggal Ika adalah moto atau semboyan Indonesia. Frasa ini berasal dari Bahasa Jawa Kuno dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika bisa ditemukan dalam Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular yang ditulis pada abad XIV pada era kerajaan Majapahit. Mpu Tantutal merupakan seorang penganut Buddha Tantrayana, namun merasakan hidup aman dan tentram dalam kerajaan Majapahit yang lebih bernafaskan agama Hindu.
Bhinneka Tunggal Ika mulai menjadi bahan diskusi terbatas antara Muhammad Yamin, I Gusti Bagus Sugriwa, dan Bung Karno di sela-sela sidang BPUPKI sekitar 2,5 bulan sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (Kusuma R.M. A.B, 2004). Bahkan Bung Hatta sendiri mengemukakan bahwa Bhinneka Tunggal Ika merupakan ciptaan Bung Karno pasca Indonesia merdeka. Setelah beberapa tahun kemudian ketika mendesain Lambang Negara Republik Indonesia dalam bentuk burung Garuda Pancasila, semboyan Bhinneka Tunggal Ika disisipkan ke dalamnya.
Karya Mpu Tantular tersebut oleh para founding fathers diberikan penafsiran baru sebab dianggap sesuai dengan kebutuhan strategis bangunan Indonesia merdeka yang terdiri atas beragam agama, kepercayaan, etnis, ideologi politik, budaya dan  bahasa. Dasar pemikiran tersebut yang menjadikan semboyan “keramat” ini terpajang melengkung dalam cengkeraman kedua cakar Burung Garuda. Burung Garuda dalam mitologi Hindu ialah kendaraanDewa Vishnu.
Berikut ini bait dari kitab sutasoma yang memuat motto dalam lambang Garuda Pancasila yaitu Bhinneka Tunggal Ika:
Hyāng Buddha tanpāhi Çiva rajādeva
Rwāneka dhātu vinuvus vara Buddha Visvā,
Bhimukti rakva ring apan kenā parvvanosĕn,
Mangka ng Jinatvā kalavan Çivatatva tunggal,
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.

Terjemahan bebasnya:

Hyang Buddha tiada berbeda dengan Syiwa Mahadewa
Keduanya itu merupakan sesuatu yang satu
Tiada mungkin memisahkan satu dengan lainnya
Karena hyang agama Buddha dan hyang agama Syiwa sesungguhnya tunggal
Keduanya memang hanya satu, tiada dharma (hukum) yang mendua

0 comments:

Post a Comment